Rabu, 15 Juni 2011

Penanganan Masalah Belajar Anak Autisme Melalui Pendidikan Integrasi

Penanganan Masalah Belajar Anak Autisme Melalui Pendidikan Integrasi


 
 
Oleh: Agus Tri Haryanto, S.Pd.
Konsultan anak berkesulitan belajar dan Pelayanan Autisme
Yayasan Wilakertia, Bintaro


Latar Belakang

Masalah Pada tahun 2005 terjadi peningkatan jumlah anak berkesulitan belajar, terutama penyandang autisme. Mengingat di Negara kita belum ada upaya yang sistimatis untuk menanggulangi kesulitan belajar anak autisme, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan secara umum. Peningkatan pelayanan pendidikan itu diharapkan dapat menampung anak autisme lebih banyak serta meminimalkan problem belajar terutama pada anak-anak autisme (learning problem). Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dan pendidikan anak autisme diperlukan pendidikan integrasi dan implementasinya dalam bentuk group/kelas (sekolah), individu (one on one) serta pembelajaran individual melalui modifikasi perilaku.
Pendidikan Integratif
Konsep pendidikan integratif memiliki penafsiran yang bermacam-macam antara lain:
  • Menempatkan anak autisme dengan anak normal secara penuh
  • Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan fungsi kognitif, efektif, fisik, intuitif secara integrasi
Menurut pandangan penulis, yang di maksud dengan pendidikan integratif adalah :
  • Mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal sepenuhnya
  • Mengintegrasikan pendidikan anak autisme dengan pendidikan pada umumnya
  • Mengintegrasikan dan mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi, jasmani, intuisi, pada autisme
  • Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan
  • Mengintegrasikan manusia sebagai mahluk individual sekaligus mahluk sosial
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak autisme yang belajar bersama anak normal, tetapi mereka tidak memperoleh pelayanan pendidikan secara memadai atau mereka tidak mendapatkan sekolah dengan alasan yang tidak jelas. Penyebabnya adalah kurangnya sumber daya manusia dan banyak tenaga ahli yang belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang anak autisme atau rasio penyelenggaraan yang sangat mahal, sehingga masih sedikit sekolah yang mau menerima anak autisme karena berbagai alasan diatas. Menyelenggarakan pendidikan integrasi disekolah merupakan kemajuan yang baik, tetapi tidak semudah membalikkan tangan. Namun kita harus berani memulai supaya anak autisme mendapat tempat dan penanganan yang terbaik.
Dimanakah Anak Autisme Harus Sekolah
Komunitas autisme di Jakarta sudah mencapai populasi yang besar dan belum ada sisitem pendidikan yang sistematis. Kalaupun ada biayanya mahal atau belum ada sekolah yang benar-benar sesuai. Tidak ada yang salah dalam situasi ini, baik lembaga, orang tua atau para ahli, mengingat masalah autisme ini masih tergolong baru. Penulis hendak menekankan dengan pemikiran yang sederhana tentang penanganan pendidikan autisme secara benar, dapat digunakan oleh semua kalangan, serta dapat membantu memberikan gambaran anak ini akan dibawa kemana. Kondisi yang harus kita terima sangat berat pada saat anak kita divonis autisme seakan semua pintu telah tertutup, semua jalan jadi buntu, semua kesempatan sudah terlambat. Hanya mukjizat yang akan datang dari Allah. Keadaan yang berat timbul pada saat mengetahui anak kita mengalami hambatan dalam perkembangan dan pertumbuhan dan saat anak memiliki cukup umur harus masuk sekolah.

Beberapa lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini menerima anak autis adalah sebagai berikut;
  • Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh
  • Anak Autis di sekolah Khusus
  • Anak Autis di SLB
  • Anak Autis hanya menjalani terapi.
Biasanya sebelum sekolah anak-anak ini sudah mendapatkan penanganan dari berbagai ahli seperti : dokter syaraf, dokter specialis anak (Pediatri), Psikologi, Terapi wicara, OT, Fisioterapi,Orthopedagog (Guru khusus). dengan perkembangan dan perubahan sendirisendiri, ada yang maju pesat tapi ada yang sebaliknya. Menurut saya, kebanyakan orang tua penyandang autisme menginginkan sekolah sebagai status anak, tetapi jangan bersikap tidak realistis dengan tidak berbuat apa-apa karena mengintegrasikan anak autisme dengan anak normal secara penuh harus dengan suatu konsep, perhitungan yang matang dan kerja keras.

Kebanyakan sekolah juga belum memiliki jawaban yang baik untuk saat ini. Yang ada orang tua dan guru-guru sekolah harus bekerja sama, bersikap terbuka, selalu komunikasi untuk membuat perencanaan penanganan dengan tehnik terbaik. Langkah-langkah penerimaan oleh sekolah:
  • Tentukan jumlah anak autisme yang akan diterima misal, dua anak dalam satu kelas dan lain-lain.
  • Lakukan tes untuk melihat kemampuan serta menyaring anak
  • Setelah tes, wawancara orang tua untuk melihat pola pikirnya, apa tujuan memasukkan anak ke sekolah.
  • Buatlah kerangka kerja dan hasil observasi awal.
  • Susun bagaimana mengatur evaluasi anak dalam hal: siapa yang
    bertanggung jawab mengawasi, menerima complain, periode laporan perkembangan dan lain-lain.
  • Buatlah kesepakatan antara orang tua dan sekolah bahwa hasil yang dicapai adalah paling optimal.
Parameter Apakah Yang Dapat Membantu
NOEVALUASIA BC
Akademis
1Berhitung 1-10, 1-20 baik dengan atau tanpa papan, irama dan dan ketukan wajar, maju dan mundur   
2Mampu mengidentifikasi dan menulis angka   
3Mengenal semua bentuk dengan cepat   
4Mengenal warna dengan cepat   
5Mampu mengenal semua bentuk huruf dengan cepat   
6Mampu mendeskripsikan suatu topik tunggal / sederhana   
7Mampu menggambarkan sederhana   
8Mampu mengingat 2-3 digit, membedakan benda yang sejenis   
9Mampu memilih obyek dan gambar yang hampir sama   
10Mampu mengenal simbol-simbol sederhana   
11Bahasa yang dia pakai dapat kita mengerti atau sebaliknya   
12Mampu membedakan arak kiri, kanan, atas, dan bawah   
13Memberikan jumlah yang kita minta antara 1-9   
Ketrampilan sosial dan tingkah laku
1Prilaku kontrol diri dalam lingkungan   
2Kontak mata    
3Perhatian dan Konsentrasi   
4Kemampuan Mendengarkan   
5Diam dan Menunggu   
6Berbagi giliran dengan teman   
7Berkunjung ( Visiting)   
8Mengirim Pesan sederhana   
9Menjawab Pertanyaan sederhana yang berhubungan dengan identitas dirinya   
10Merespon perintah sederhana yang familiar dan sering digunakan dalam aktivitas sehari- hari   
11Mengenal orang dan tempat yang familiar   
Keterampilan Berkomunikasi
1Kemampuan dasar berinisiatif   
2Mampu mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan dasar anak   
3Menyatakan ya atau tidak yang berhubungan dengan pribadi anak   
4Kemampuan memilih   
Pelaksanaan Aktivitas sehari-hari
1Toilet raining   
2Makan dengan sendok dan garpu   
3Mampu memakai celana, jaket, baju, sepatu tanpa bantuan   
4Mengancingkan baju   
5Merawat dan memperhatikan barang sendiri   
6Mandi dan menggosok gigi   

Keterangan:

A: Mampu / Mandiri/ excellent
B: di arahkan/ dibantu minimal
C: di bantu penuh
Jika anak kita (Autis) menguasai ketrampilan antara
- A = 25 < 34 Termasuk anak yang ringan (mild)/High Function
- A = 15 < 24 Termasuk anak yang sedang/sedang (Severed)
- A Kurang dari 15 Termasuk anak yang berat (Low Function)
Dengan parameter diatas kita akan mampu mengidentifikasi anak-anak dengan lebih akurat, bukan menitik beratkan pada berat dan ringan kondisi anak, akan tetapi untuk memudahkan pihak-pihak yang bersangkutan dan orang tua agar mengerti apa yang harus dilakukan, guru mampu membuat program dengan akurat untuk anak, lembaga dapat menyeleksi anak sesuai kapasitas dan kebutuhan. Anak-anak autis ringan seperti: asperger, ADHD, ADD, memungkinkan untuk di intergrasikan penuh dengan anak normal karena biasanya anak- anak ini memiliki kecerdasan dan kemampuan yang cukup.
Untuk mengintegrasikan anak ini ada hal-hal lain yang dapat dijadikan pertimbangan:
  • Seberapa besar gangguan/kekacauan yang dapat timbul karena anak autis ini.
  • Berapa persentase dari kurikulum yang dapat digunakan dan dijangkau oleh anak autis.
  • Seberapa siap tenaga ahli/guru menangani dan mengelola kelas yang di dalamnya terdapat anak auti

KESULITAN MAKAN PADA PENYANDANG AUTIS



 
 
“KESULITAN MAKAN PADA PENYANDANG AUTIS”
Dr Widodo Judarwanto SpA

KORESPONDENSI DAN KOMUNIKASI

telp :  (021) 70081995 – 4264126 – 31922005
email : wido25@hotmail.comThis e-mail address is being protected from spambots, you need JavaScript enabled to view it ,  http://kesulitanmakan.bravehost.com

ABSTRAK
Jumlah penyandang Autis semakin meningkat pesat dalam dekade terakhir ini. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan penyandang yang ditemukan terkena Autis akan semakin besar. Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, interaksi sosial dan gangguan persepsi sensoris.
Beberapa gangguan Autis seringkali melibatkan gangguan neuroanatomis dan neurofungsional tubuh. Bila gangguan tersebut melibatkan gangguan neurofungsional tubuh salah satu yang terganggu adalah kemampuan koordinasi motorik oral seperti mengunyah dan menelan. Dalam keadaan demikian proses makan pada penyandang akan terganggu sehingga akan mengalami kesulitan makan. Faktor penyebab lainnya adalah karena gangguan nafsu makan. Gangguan neurofungsional dan gangguan nafsu makan tersebut sangat berkaitan dengan gangguan saluran cerna yang di alami penyandang Autis. Pendekatan diet eliminasi provokasi makanan adalah cara yang ideal untuk mencari penyebab gangguan saluran cerna tersebut. Gangguan saluran cerna penyandang Autis dapat disebabkan karena alergi makanan, intoleransi makanan, intoleransi gluten (celiac) atau reaksi simpang makanan lainnya.
Penanganan kesulitan makan pada penyandang Autis harus dilakukan dengan optimal, untuk mencegah komplikasi gangguan tumbuh dan berkembangnya. Perbaikan saluran cerna sebagai salah satu cara penanganan masalah kesulitan makan sekaligus akan memperbaiki gangguan perilaku lainnya pada penyandang Autis.
PENDAHULUAN
Upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Optimalisasi tumbuh dan kembang khususnya penyandang Autis adalah menjadi prioritas utama,. Salah satu masalah yang sering dialami  penyandang autis adalah kesulitan pemberian makan pada anak yang dapat mengakibatkan berbagai komplikasi.   
Tumbuh dan berkembangnya anak yang optimal tergantung dari beberapa hal, diantaranya adalah  pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas sesuai dengan kebutuhan.  Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan karena faktor kesulitan makan pada anak.
Pemberian makan pada anak memang sering menjadi masalah buat orangtua atau pengasuh pada penyandang Autis. Keluhan tersebut sering dikeluhkan orang tua kepada dokter yang merawat anaknya. Lama kelamaan hal ini dianggap biasa, sehingga akhirnya timbul komplikasi dan gangguan tumbuh kembang lainnya. Padahal penyandang Autis sudah mempunyai kendala dalam tahap perkembangannya. Salah satu keterlambatan penanganan masalah tersebut adalah pemberian vitamin tanpa mencari penyebabnya sehingga kesulitan makan tersebut terjadi berkepanjangan. Akhirnya orang tua berpindah-pindah dokter dan berganti-ganti vitamin tapi tampak anak kesulitan makannya tidak membaik. Dengan penanganan kesulitan makan pada penyandang autis secara optimal diharapkan dapat mencegah komplikasi yang ditimbulkan. Sehingga dapat meningkatkan kualitas penyandang Autis.
Kesulitan makan bukanlah diagnosis atau penyakit, tetapi merupakan gejala atau tanda adanya penyimpangan, kelainan dan penyakit yang sedang terjadi pada tubuh anak. Pengertian kesulitan makan adalah jika anak  tidak mau atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi makanan atau minuman dengan jenis dan jumlah sesuai usia secara fisiologis (alamiah dan wajar), yaitu mulai dari membuka mulutnya tanpa paksaan, mengunyah, menelan hingga sampai terserap dipencernaan secara baik tanpa paksaan  dan tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu. Gejala kesulitan makan pada anak  (1). Kesulitan mengunyah, menghisap, menelan makanan atau hanya bisa makanan lunak atau cair, (2) Memuntahkan atau menyembur-nyemburkan makanan yang sudah masuk di mulut anak, (3).Makan berlama-lama  dan memainkan makanan, (4) Sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke dalam mulut atau menutup mulut rapat, (5) Memuntahkan atau menumpahkan makanan, menepis suapan dari orangtua, (6). Tidak menyukai banyak variasi makanan dan (7), Kebiasaan makan yang aneh dan ganjil.

PENYEBAB
Penyebab kesulitan makanan itu sangatlah banyak dan luas, semua gangguan fungsi organ tubuh dan penyakit bisa berupa adanya kelainan fisik, maupun psikis dapat dianggap sebagai penyebab.. Kelainan fisik dapat berupa kelainan organ bawaan atau infeksi bawaan sejak lahir dan infeksi didapat dalam usia anak. Kelainan fisik dapat berupa kelainan organ bawaan atau infeksi bawaan sejak lahir atau infeksi didapat. Pada penyandang Autis tampaknya gangguan saluran cerna merupakan penyebab yang paling sering yang mengakibatkan terjadinya kesulitan makan.
Secara umum penyebab umum kesulitan makan pada anak dibedakan dalam 3 faktor, diantaranya adalah hilang nafsu makan, gangguan proses makan di mulut dan pengaruh psikologis. Beberapa faktor tersebut dapat berdiri sendiri tetapi sering kali terjadi  lebih dari 1 faktor. Pada penyandang Autis penyebab paling sering yang terjadi adalah gangguan nafsu makan dan gangguan proses makan.

GANGGUAN NAFSU MAKAN
Gangguan nafsu makan tampaknya merupakan penyebab utama masalah kesulitan makan pada anak. Pengaruh nafsu makan ini bisa mulai dari yang ringan (berkurang nafsu makan) hingga berat (tidak ada nafsu makan). Tampilan gangguan nafsu makan yang ringan berupa minum susu botol sering sisa,  waktu minum ASI berkurang (sebelumnya 20 menit menjadi 10 menit), makan hanya sedikit atau mengeluarkan,  menyembur-nyemburkan makanan atau menahan makanan  di mulut terlalu lama. Sedangkan gangguan yang lebih berat tampak anak menutup rapat mulutnya, menepis suapan orang tua atau tidak mau makan dan minum sama sekali. Gangguan nafsu makan pada penyandang Autis sering diakIbatkan karena gangguan saluran cerna seperti alergi makanan, intoleransi makanan, intoleransi gluten dan sebaginya. Gangguan utama gangguan saluran cerna pada penyandang Autis berupa gangguan permeabilitias saluran cerna yang sering disebut leaky gut.
Gangguan pencernaan tersebut kadang tampak ringan seperti tidak ada gangguan. Tampak anak sering mudah mual atau muntah bila batuk, menangis atau berlari. Sering nyeri perut sesaat dan  bersifat  hilang timbul, bila tidur sering dalam posisi ”nungging” atau perut diganjal bantal Sulit buang air besar (bila buang air besar ”ngeden”, tidak setiap hari buang air besar, atau sebaliknya buang air besar sering (>2 kali/perhari). Kotoran tinja berwarna hitam atau hijau dan baunya sangat menyengat, berbentuk keras, bulat  (seperti kotoran kambing), pernah ada riwayat berak darah. . Lidah tampak kotor, berwarna putih serta air liur bertambah banyak atau mulut berbau.
Keadaan ini sering disertai gangguan tidur malam. Gangguan tidur malam tersebut seperti malam sering rewel, kolik, tiba-tiba terbangun, mengigau atau menjerit, tidur bolak balik dari ujung ke ujung lain tempat tidur. Saat tidur malam timbul gerakan brushing atau beradu gigi sehingga menimbulkan bunyi gemeretak.
Biasanya disertai gangguan kulit : timbal bintik-bintik kemerahan seperti digigit nyamuk atau serangga, biang keringat, kulit berwarna putih (seperti panu) di wajah atau di bagian badan lainnya dan sebagainya. Kulit di bagian tangan dan kaki tampak kering dan kusam
Tanda dan gejala tersebut di atas sering dianggap biasa oleh orang tua  bahkan banyak dokter atau klinisi karena sering terjadi pada anak. Padahal bila di amati secara cermat tanda dan gejala tersebut merupakan manifestasi adanya gangguan pencernaan, yang mungkin berkaitan dengan kesulitan makan pada anak.

GANGGUAN PROSES MAKAN DI MULUT
            Proses makan terjadi mulai dari memasukkan makan dimulut, mengunyah dan menelan. Ketrampilan dan kemampuan koordinasi pergerakan motorik kasar di sekitar mulut sangat berperanan dalam proses makan tersebut. Pergerakan morik tersebut berupa koordinasi gerakan menggigit, mengunyah dan menelan dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir, lidah dan banyak otot lainnya di sekitar mulut. Gangguan proses makan di mulut tersebut seringkali berupa gangguan mengunyah makanan.
Tampilan klinis gangguan mengunyah adalah keterlambatan makanan kasar tidak bisa makan nasi tim saat usia 9 bulan, belum bisa makan nasi saat usia 1 tahun, tidak bisa makan daging sapi (empal) atau sayur berserat seperti kangkung. Bila anak sedang muntah dan akan terlihat tumpahannya terdapat bentukan nasi yang masih utuh.  Hal ini menunjukkan bahwa proses mengunyah nasi tersebut tidak sempurna. Tetapi kemampuan untuk makan bahan makanan yang keras seperti krupuk atau biskuit tidak terganggu, karena hanya memerlukan beberapa kunyahan. Gangguan koordinasi motorik mulut ini juga mengakibatkani kejadian tergigit sendiri bagian bibir atau lidah secara tidak sengaja.
Kelainan lain yang berkaitan dengan koordinasi motorik mulut adalah keterlambatan bicara dan gangguan bicara (cedal, gagap, bicara terlalu cepat sehingga sulit dimengerti). Gangguan motorik proses makan ini biasanya disertai oleh gangguan keseimbangan dan motorik lainnya. Gangguan ini  berupa tidak mengalami proses perkembangan normal duduk, merangkak dan berdiri.  Terlambat bolak-balik (normal usia 4 bulan), terlambat duduk merangkak (normal 6-8 bulan) atau tidak merangkak tetapi langsung berjalan, keterlambatan kemampuan mengayuh sepeda (normal usia 2,5 tahun), jalan jinjit, duduk bersimpuh leter “W”. Bila berjalan selalu cepat, terburu-buru seperti berlari, sering jatuh atau menabrak, sehingga sering terlambat berjalan. Ciri lainnya biasanya disertai gejala anak tidak bisa diam, mulai dari overaktif hingga hiperaktif. Mudah marah serta sulit berkonsentrasi, gampang bosan dan selalu terburu-buru.
Gangguan saluran pencernaan tampaknya merupakan faktor penyebab terpenting dalam gangguan proses makan di mulut. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan teori ”Gut Brain Axis”. Teori ini menunjukkan bahwa bila terdapat gangguan saluran cerna maka mempengaruhi fungsi susunan saraf pusat atau otak. Gangguan fungsi susunan saraf pusat tersebut berupa gangguan neuroanatomis dan neurofungsional. Salah satu manifestasi klinis yang terjadi adalah  gangguan koordinasi motorik kasar mulut.

GANGGUAN PSIKOLOGIS
            Gangguan psikologis  dahulu dianggap sebagai penyebab utama kesulitan makan pada anak. Tampaknya hal ini terjadi karena dahulu kalau kita kesulitan dalam menemukan penyebab kesulitan makan pada anak. Gangguan psikologis dianggap sebagai diagnosis keranjang sampah untuk mencari penyebab kesulitan makan pada anak. Untuk memastikan gangguan psikologis sebagai penyebab utama kesulitan makan pada anak harus dipastikan tidak adanya kelainan organik pada anak. Kemungkinan lain yang sering terjadi, gangguan psikologis memperberat masalah kesulitan makan yang memang sudah terjadi sebelumnya.
Gangguan pskologis bisa dianggap sebagai penyebab bila kesulitan makan itu waktunya bersamaan dengan masalah psikologis yang dihadapi. Bila faktor psikologis tersebut membaik maka gangguan kesulitan makanpun akan membaik. Untuk memastikannya kadang sulit, karena dibutuhkan pengamatan yang cermat dari dekat dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Karenanya hal tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang tua bekerjasama dengan psikater atau psikolog.
Beberapa aspek psikologis dalam hubungan keluarga, baik antara anak dengan orang tua, antara ayah dan ibu atau hubungan antara anggota keluarga lainnya dapat mempengaruhi kondisi psikologis anak. Misalnya bila hubungan antara orang tua yang tidak harmonis, hubungan antara anggota keluarga lainnya tidak baik  atau suasana keluarga yang penuh pertentangan, permusuhan atau emosi yang tinggi akan mengakibatkan anak mengalami ketakutan, kecemasan, tidak bahagia, sedih atau depresi. Hal itu mengakibatkan anak tidak aman dan nyaman sehingga bisa membuat anak menarik diri dari kegiatan atau lingkungan keluarga termasuk aktifitas makannya

KOMPLIKASI KESULITAN MAKAN
                Peristiwa kesulitan makan yang terjadi pada penyandang Autis biasanya berlangsung lama. Komplikasi yang bisa ditimbulkan adalah gangguan asupan gizi seperti kekurangan kalori, protein, vitamin, mineral, elektrolit dan anemia (kurang darah).
Kekurangan kalori dan protein yang terjadi tersebut akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan atau gagal tumbuh. Tampilan klinisnya adalah terjadi gangguan dalam peningkatan berat badan. Bahkan terjadi kecenderungan berat badan tetap dalam keadaan yang cukup lama. Dalam keadaan normal anak usia di atas 2 tahun seharusnya terjadi peningkatan berat badan 2 kilogram dalam setahun.
Defisiensi zat gizi ini ternyata juga akan memperberat masalah gangguan metabolisme dan gangguan fungsi tubuh lainnya yang sudah terjadi pada penyandang Autis.  Keadaan ini tentunya akan menghambat beberapa upaya penanganan dan terapi yang sudah dilakukan sebelumnya.

Tabel 1. Penyakit akibat kekurangan vitamin dengan gejala dan tanda klinis :


NAMA PENYAKIT
KEKURANGAN/ DEFISIENSI
GEJALA DAN TANDA KLINIS
1
Buta senja (xeroftalmia) Vitamin AMata kabur atau buta
2
Beri-beriVitamin B1Badan bengkak, tampak rewel, gelisah, pembesaran jantung kanan
3
AriboflavinosisVitamin B2Retak pada sudut mulut, lidah merah jambu dan licin
4
Defisiensi B6Vitamin B6Cengeng, mudah kaget, kejang, anemia (kurang darah), luka di mulut
5
Defisiensi NiasinNiasinGejala 3 D (dermatitis /gangguan kulit, diare, deementia), Nafsu makan menurun, sakit di ldah dan mulut, insominia, diare, rasa bingung.
6
Defisiensi Asam folatAsam folatAnemia, diare
7
Defisiensi B12Vitamin B12Anemia, sel darah membesar, lidah halus dan mengkilap, rasa mual, muntah, diare, konstipasi.
8
Defisiensi CVitamin CCengeng, mudah mara, nyeri tungkai bawah, pseudoparalisis (lemah) tungkai bawah, perdarahan kulit
9
Rakitis dan OsteomalasiaVitamin DPembekakan persendian tulang, deformitas tulang, pertumbuhan gigi melambat, hipotoni, anemia
10
Defisiensi KVitamin KPerdarahan, berak darah, perdarahan hidung dsb

Tabel 2. Penyakit akibat kekurangan mineral  dan elektrolit dengan gejala dan tanda klinis:
Nama penyakit
Kekurangan/Defisiensi
Gejala dan tanda klinis
1
Anemia Defisiensi Besi
Zat besi
pucat, lemah, rewel
2
Defisiensi SengSeng
Mudah terserang penyakit, pertumbuhan lambat, nafsu makan berkurang, dermatitis
3
Defisiensi tembagatembaga
Pertumbuhan otak terganggu, rambut jarana dan mudah patah, kerusakan pembuluh darah nadi, kelainan tulang
4
Hipokalemikalium
Lemah otot, gangguan jantung
5
Defisiensi klorklor
Rasa lemah, cengeng
6
Defisiensi Fluor
Fluor
Resiko karies dentis (kerusakan gigi)
7
Defisiensi kromkrom
Pertumbuhan kurang, sindroma like diabetes melitus
8
Hipomagnesemiamagnesium
Defisiensi hormon paratiroid
9
Defisiensi FosforFosfor
Nafsu makan menurun, lemas
10
Defisiensi IodiumIodium
Pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsI mental, perkembangan fisik

 
PENANGANAN KESULITAN MAKAN PADA penyandang AUTIS
Pendekatan dan penanganan terbaik pada kasus kesulitan makan pada penyandang autis bukanlah hanya dengan pemberian vitamin nafsu makan, tetapi harus dilakukan pendekatan yang cermat, teliti dan terpadu. Pemberian vitamin nafsu makan hanya akan mengaburkan penyebab Kesulitan makan tersebut. Sering terjadi orang tua dalam menghadapi masalah kesulitan makan pada anaknya telah berganti-ganti dokter dan telah mencoba berbagai vitamin tetapi tidak kunjung membaik.
Beberapa  langkah yang dilakukan pada penatalaksanaan kesulitan makan pada anak yang harus dilakukan adalah : (1). Pastikan apakah betul anak mengalami kesulitan makan (2) Cari penyebab kesulitan makanan pada anak, (3). Identifikasi adakah komplikasi yang terjadi, (4) Pemberian pengobatan terhadap penyebab, (5). Bila penyebabnya gangguan saluran cerna (seperti alergi, intoleransi atau coeliac), hindari makanan tertentu yang menjadi penyebab gangguan.
Bila terdapat kesulitan makan yang berkepanjangan lebih dari 2 minggu sebaiknya harus segera berkonsultasi dengan dokter keluarga atau dokter anak yang biasa merawat. Dengan penanganan awal namun kesulitan makan tidak membaik hingga lebih 1 bulan disertai dengan gangguan kenaikkan berat badan dan belum bisa dipastikan penyebabnnya maka sebaiknya dilakukan penanganan beberapa disiplin ilmu. Koordinator penanganannya adalah dokter anak atau dokter tumbuh kembang anak. Dokter anak yang merawat harus mengkonsultasikan ke dokter spesialis anak dengan minat subspesialis tertentu untuk menyingkirkan kelainan organik atau medis sebagai  penyebab kesulitan makan tersebut. Bila dicurigai adanya latar belakang psikologis maka kelainan makan tersebut harus dikonsultasikan pada psikiater atau pskolog anak.
Penanganan kesulitan makan yang paling baik adalah dengan mengobati atau menangani penyebab tersebut secara langsung. Mengingat penyebabnya demikian luas dan kompleks bila perlu hal tersebut harus ditangani oleh beberapa disiplin ilmu tertentu yang berkaitan dengan kelainannya. Bila dalam waktu satu bulan kesulitan makan  tidak kunjung membaik disertai penurunan  atau tidak meningkatnya berat  badan dan  belum ditemukan penyebabnya  kita harus waspada. Sebelum menjadi lebih berat dan timbal komplikasi yang lebih berat maka bila perlu dalam penanganan kesulitan makan tersebut  harus  melibatkan berbagai disilpin ilmu kedokteran. Dokter spesialis dengan peminatan tertentu yang sering berkaitan dengan hal ini adalah :  Dokter  Spesialis Anak minat gizi anak, tumbuh kembang anak, alergi anak,  neurologi anak atau psikiater anak, psikolog anak, Rehabilitasi Medis, dan beberapa subspesialis lainnya. Bila masalah gangguan pencernaan cukup menonjol maka sebaiknya berkonsultasi dengan dokter spesialis anak gastroenterologi, bila masalah alergi yang dominan maka konsultasi ke dokter alergi anak demikian seterusnya.
Penyebab kesulitan makanan demikian kompleks dan luas, kadang penyebabnya lebih dari satu bahkan satu sama lain saling mempengaruhi dan memberatkan. Sehingga sering terjadi kebingungan pada orang tua, karena beberapa diagnosis dan penanganannya sangat berbeda atau bertentangan antara dokter satu dengan lainnya. Perbedaan ini terjadi karena kurangnya komunikasi antara dokter yang merawat atau mungkin juga sering terjadi penanganan penyakit anak yang ditangani secara sepotong-sepotong. Paling ideal dalam menangani kasus seperti ini adalah dengan cara holistik, dimana semua yang dicurigai sebagai penyebab dicari dan ditangani secara tuntas secara bersamaan. Dokter yang harus merawat melakukan komunikasi satu sama lainnya, baik melalui rekam medis (catatan penyandang) atau hubungan langsung.
Gangguan pencernaan kronis pada penyandang Autis tampaknya sebagai penyebab paling penting dalam kesulitan makan. Gangguan saluran cerna kronis yang terjadi adalah imaturitas saluran cerna, alergi makanan, intoleransi makanan, penyakit coeliac dan gangguan reaksi simpang makanan lainnya. Sebagian besar kelainan reaksi simpang makanan tersebut terjadi karena adanya jenis makanan yang mengganggu saluran cerna anak sehingga menimbulkan kesulitan makan. Berkaitan dengan hal ini tampaknya pendekatan diet merupakan penatalaksanaan terkini yang cukup inovatif.
Penelitian yang dilakukan di Picky Eater Clinic Jakarta,  dengan melakukan pendekatan diet pada 218 anak dengan kesulitan makan. Pendeketan diet adalah dengan cara penghindaran makanan yang berpotensi mengakibatkan reaksi simpang makanan. Setelah dilakukan penghindaran makanan selama 3 minggu, tampak perbaikan kesulitan makan sejumlah 78% pada minggu pertama, 92% pada minggu ke dua dan 96% pada minggu ketiga. Gangguan saluran cerna juga tampak membaik sekitar 84% dan 94% penyandang antara minggu pertama dan ketiga. Tetapi perbaikan gangguan mengunyah dan menelan hanya bisa diperbaiki sekitar 30%. Pendekatan diet mungkin dapat digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis gangguan saluran cerna yang ada, tanpa harus menggunakan pemeriksaan laboratorium yang mahal dan invasif.m Perbaikkan yang terjadi pada gangguan kesulitan makan, gangguan saluran cerna tersebut ternyata juga diikuti oleh perbaikkan pada gangguan perilaku yang menyertai seperti gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi dan sebagainya. Demikian pula pada penyandang Aiutis, pendekatan penanganan tersebut selain memperbaiki permasalahan makan yang dihadapi diharapkan sekaligus ikut  memperbaiki beberapa gangguan perilaku yang terjadi.
Penanganan dalam segi neuromotorik dapat melalui pencapaian tingkat kesadaran yang optimal dengan stimulasi sistem multisensoris, stimulasi kontrol gerak oral dan refleks menelan, teknik khusus untuk posisi yang baik. Penggunaan sikat gigi listrik kadang membantu msnstimulasi sensoris otot di daerah mulut. Tindakan yang tampaknya dapat membantu adalah melatih koordinasi gerakan otot mulut adalah dengan membiasakan minum dengan memakai sedotan, latihan senam gerakan otot mulut, latihan meniup  balon atau harmonika. Terapi okupasi yang diberikan pada penyandang Autis yang berkaitan dengan perbaikkan koordinasi motorik mulut juga akan membantu sekaligus mengatasi problem kesulitan makan.
            Pemberian vitamin tertentu  sering dilakukan oleh orang tua atau dokter pada kasus kesulitan makan pada anak. Tindakan ini bukanlah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah, bila tidak disertai dengan mencari  penyebabnya. Kadangkala pemberian vitamin justru menutupi penyebab gangguan tersebut, kalau penyebabnya tidak tertangani tuntas maka keluhan tersebut terus berulang. Bila penyebabnya tidak segera terdeteksi maka anak akan tergantung dengan pemberian vitamin tersebut, padahal bila kita tidak waspada terdapat beberapa akibat dari pemberian obat-obatan dan vitamin dalam jangka waktu yang lama.
            Selain mengatasi penyebab kesulitan makan sesuai dengan penyebab, harus ditunjang dengan cara pemberian makan yang sesuai untuk anak. Pemberian makanan yang berserat seperti sayur kangkung, bayam, atau sawi harus disajikan dalam bentuk yang lebih halus. Misalnya, harus diblender atau  dipotong kecil dan halus. Pilihan lain dicari alternatif sayur yang mudah dikunyah seperti wortel atau kentang.  Demikian juga dengan pemberian makanan daging sapi atau empal harus berupa bakso, perkedel atau daging yang tidak berserat. Bila kesulitan dalam makan nasi sebaiknya dibuat nasi yang lebih lembek atau kalau perlu bubur.
Anak dengan gangguan makan, kebiasaan dan perilaku makannya berbeda dengan anak yang sehat lainnya. Keadaan ini biasanya terjadi jangka panjang, pada beberapa kasus seperti alergi makanan keadaan akan membaik setelah usia setelah usia 5-7 tahun. Pada kasus penyakit coeliac atau intoleransi makanan terjadi dalam waktu yang lebih lama bahkan tidak sedikit yang terjadi hingga dewasa.

PENUTUP
Faktor utama penyebab kesulitan makan pada penyandang Autis adalah gangguan proses koordinasi motorik mulut (gangguan mengunyah dan menelan) dan gangguan nafsu makan. Gangguan tersebut sangat berkaitan dengan gangguan saluran cerna yang dialami penyandang Autis. Pendekatan diet eliminasi provokasi makanan adalah cara yang ideal untuk mencari penyebab sekaligus penanganan gangguan saluran cerna tersebut. Gangguan saluran cerna penyandang Autis dapat disebabkan karena alergi makanan, intoleransi makanan, intoleransi gluten (celiac) atau reaksi simpang makanan lainnya.
Penanganan kesulitan makan pada penyandang Autis harus dilakukan sejak dini secara  optimal. Sehingga dapat dicegah komplikasi kesulitan makan dan gangguan tumbuh kembang lainnya. Perbaikan saluran cerna sebagai salah satu cara penanganan masalah kesulitan makan sekaligus akan memperbaiki gangguan perilaku yang terjadi pada penyandang Autis.
           
DAFTAR PUSTAKA
1.       Burd L, Kerbeshian J: Psychogenic and neurodevelopmental factors in autism. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 1988 Mar; 27(2): 252-3.
2.       Singer HS: Pediatric movement disorders: new developments. Mov Disord 1998; 13 (Suppl 2): 17.
3.       Horvath K, Papadimitriou JC, Rabsztyn A, et al: Gastrointestinal abnormalities in children with autistic disorder. J Pediatr 1999 Nov; 135(5): 559-63.
4.       Volkmar FR, Cohen DJ: Neurobiologic aspects of autism. N Engl J Med 1988 May 26; 318(21): 1390-2.
5.       Agus Firmansyah.Aspek.  Gastroenterology problem makan pada bayi dan anak. Pediatric Nutrition Update, 2003.
6.       Berg, Frances., ed. Afraid to Eat: Children and Teens in Weight Crisis. Hettinger, ND: Healthy Weight Institute, 402 S. 14th St., Hettinger, ND 58639, 1996.
7.       Hirschmann, Jane R., CSW, and Zaphiropoulos, Lela, CSW. Preventing Childhood Eating Problems: A Practical, Positive Approach to Raising Children Free of Food & Weight Conflicts Carlsbad, CA: Gürze Books, 1993
8.       Kubersky, Rachel. Everything You Need to Know about Eating Disorders New York: Rosen Publishing Group, 1992.
9.       Levine, Michael, PhD, and Hill, Laura, PhD. A 5-Day Lesson Plan on Eating Disorders: Grades 7-12 Tulsa, OK: NEDO, 1996.
Maine, Margo, PhD. Father Hunger: Fathers, Daughters, & Food Carlsbad, CA: Gürze Books, 1991.
10.    Judarwanto Widodo, Kesulitan makan pada penyandang alergi dengan gastroenteropati Atopi. (tidak dipublikasikan).                                                                                                        
11.    Soepardi Soedibyo, Sri Nasar. Feeding problem from nutrition perspective.Pediatric nutrition update,2003.
12.    Bryant-Waugh R., Lask B. Eating Disorders in Children. Journal of Child Psychology and Psychiatry and Allied Disciplines 36 (3), 191-202, 1995.
13.     Costa M, Brookes SJ. The enteric nervous system. Am J Gastroenterol 1994;89:S29-137.
14.     Goyal RK, Hirano I. The enteric nervous system. N Engl J Med 1996;334:1106-1115.
Pemutakhiran Terakhir ( Sabtu, 09 Mei 2009 21:37 )